Selasa, 17 November 2015

EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)



PERMODALAN KOPERASI

Arti modal koperasi

Modal  merupakan sejumlah dana yang akan digunakan  untuk melaksanakan usaha – usaha Koperasi.Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan azas-azas Koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan administrasi. Modal koperasi adalah sejumlah dana yang digunakan untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi. simpanan sebagai istilah penamaan modal koperasi pertama kali digunakan dalam UU 79 tahun 1958, yaitu UU koperasi pertama setelah kemerdekaan. Sejak saat itu sampai sekarang modal koperasi adalah simpanan, berbeda dengan perusahaan pada umumnya yang menggunakan istilah saham. Mungkin, istilah simpanan muncul karena kuatnya anjuran untuk menabung, dalam arti memupuk modal bagi rakyat banyak yang umumnya miskin agar memiliki kemampuan dan mandiri. Bahkan usaha koperasi nomor satu yang ditentukan UU adalah menggiatkan anggota untuk menyimpan. Mungkin tidak salah anggapan sementara orang bahwa UU koperasi lebih cocok untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Memupuk modal dengan menyimpan adalah sangat tepat. Tetapi kerancuan pengertian dan permasalahan timbul ketika istilah simpanan dibakukan sebagai modal koperasi.

Sumber – sumber permodalan

Terlepas dari pengertian atau definisi yang diterangkan diatas kita dapat memahami pengertian modal dari beberapa segi, misalnya dari segi asalnya atau sumbernya atau dari pemilikannya seperti yang dapat ditemukan dalam Undang – Undang NO. 25/1992 tentang perkoperasian yang mengatakan bahwa modal koperasi itu terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.

Dalam Undang Undang NO. 12/1967 tentang pokok – pokok perkoperasian Pasal 23 ayat (1) ditentukan bahwa modal koperasi itu terdiri dari dan dipupuk dari simpanan – simpanan, pinjaman – pinjaman, penyisihan dari hasil usahanya termasuk cadangan serta sumber – sumber lain. Kemudian dalam ayat (2) dikatakan bahwa simpanan anggota di koperasi terdiri dari :
-          Simpanan pokok
-          Simpanan wajib
-          Simpanan sukarela

Masing – masing dari jenis simpanan tersebut memiliki tanggung jawab yang berbeda – beda terhadap kerugian yang terjadi atau seandainya koperasi itu dibubarkan. Pengertian modal disini lebih dilihat dari segi wujud atau sebagai bukti (evidence). Masing – masing jenis simpanan tersebut dalam Undang – Undang No. 12/1967 diberikan definisi sebagai berikut ini :
-          Simpanan pokok adalah jumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota. Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan pokok ini ikut menanggung kerugian. 

-          Simpanan wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu – waktu tertentu, misalnya ditarik pada waktu penjualan barang – barang atau ditarik pada waktu anggota menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. Simpanan wajib ini tidak ikut menanggung kerugian.

-          Simpanan sukarela adalah yang diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian – perjanjian atau peraturan – peraturan khusus. Simpanan sukarela tersebut bisa saja diadakan misalnya dalam rangka hari raya atau simpanan sukarela tersebut disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu yang dimana kepada kepemilikannya dapat diberikan suatu imbalan jasa.

Pada tahun 50-an modal koperasi yang digunakan untuk membiayai keperluan – keperluan koperasi tersebut seperti diatas, umumnya berasal dari anggota sendiri saja yang berwujud simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela dan cadangan. Pola pemikiran bahwa sebaiknya usaha koperasi itu dibiayai dengan modal dari dalam sendiri secara bertahap dari surut hingga sekarang ini telah banyak bermunculan koperasi – koperasi skala sedang dan skala cukup besar dengan bantuan modal pinjaman, terutama pada tingkatan induknya. 

Perubahan yang mengarah pada kemajuan ini dikimungkinkan karena sikap dan cara berpikir dari gerakan koperasi Indonesia yang dinamis disamping perkembangan perundang – undangan koperasi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan koperasi ke arah yang positif seperti Undang – Undang No. 12/1967 yang meletakkan dasar – dasar pemikiran ekonomi dan Undang – Undang No. 25/1992 tentang pengkoperasian yang telah memberikan keleluasaan bagi penggalian dan pengembangan modal koperasi. Undang – undang No. 25/1992 dengan tegas telah membagi modal koperasi dalam modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (dept capital). Modal ekuiti adalah modal yang disediakan oleh pemilik modal, dalam hal ini anggota sebagai dasar bagi penanaman modal yang memungkinkan koperasi melakukan usaha. Modal ini merupakan modal beresiko (risk capital) karena pemilik modal tersebut merupakan pemilik dari koperasi yang bersangkutan. Pada likuidasi ini mungkin sebagian dari modal tersebut akan digunakan untuk membayar klaim pihak ketiga tergantung dari solvabilitas koperasi yang bersangkutan dan ketentuan dalam anggaran dasarnya.

Di Indonesia tercantum dalam Pasal 41 dari UU No. 25/1992 modal ekuiti itu terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah. Selain diwujudkan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah, modal ekuiti dapat pula bersumber pada modal penyertaan (Pasal 42) yang dikatakan bahwa : “pemupukan modal dari modal penyertaan baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat usaha kegiatan koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko”
Pembedaan antara modal sendiri dan modal pinjaman sangat penting bagi koperasi selain sebab – sebab seperti tersebut diatas juga karena sebab lain.

Undang – undang koperasi No. 25/1992 sengaja tidak menyebut – nyebutkan adanya simpangan sukarela dalam permodalan koperasi, karena jenis simpanan sukarela sudah tersirat dalam modal pinjaman, seperti yang tertera dalam pasal 41 ayat 3, yang mengatakan bahwa modal pinjaman dapat berasal dari :
-          Anggota
-          Koperasi lainnya atau anggotanya
-          Bank dan lembaga keuangan lainnya
-          Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
-          Sumber lain yang sah

Sumber permodalan dari anggota sulit bisa diharapkan oleh koperasi – koperasi primer, karena adanya keterbatasan kemampuan anggota – anggota perorangan.
Dalam kaitan ini dapat dipahami, mengapa IKPRI (nama baru untuk IKPN) dan beberaa induk koperasi lainnya mendirikan bank. Dengan memiliki bank sendiri, diharapkan induk – induk bisa membantu para anggotanya baik perorangan maupun koperasi jenjang bawahannya, dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh anggota baik yang akan digunakan untuk membantu menunjang kebutuhan hidup anggota – anggota perorangan. 

Disamping bank – bank yang dimiliki oleh berbagai induk koperasi tersebut, sebelumnya yaitu pada tahun 1970, 9 buah induk – induk koperasi telah mendirikan bank berbadan hukum koperasi yang dikenal dengan nama BUKOPIN, tetapi pada tahun 1993 BUKOPIN tersebut telah beralih status badan hukumnya menjadi Perseroan Terbatas. Jadi sebelum induk – induk koperasi masing – masing mendirikan bank sendiri, BUKOPIN merupakan sumber permodalan utama bagi koperasi – koperasi di Indonesia. 

Dilihat dari segi UU No. 25/1992 tentang perkoperasian, memberikan peluang yang cukup luas bagi koperasi untuk mengembangkan usahanya. UU No. 25/ 1992 ini selain secara ekspresif membagi permodalan koperasi dalam modal sendiri dan modal pinjaman, juga memberikan kesempatan kepada koperasi untuk menerbitkan obligasi.

Tentang kemungkinan penghimpunan modal koperasi melalui penerbitan obligasi, nampaknya sulit untuk bisa dilaksanakan oleh koperasi. Banyak peryaratan – persyaratan yang pada dewasa ini masih sulit untuk bisa dipenuhi oleh koperasi. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah :
-          Bagi emitan, harus mempunyai modal telah disetor penuh, sekurang – kurangya Rp 200 juta.
-          Dalam 2 tahun buku terakhir secara berturut – turut memperoleh laba.
-          Laporan keuangan telah diperiksa oleh Akuntansi publik/Negara untuk 2 tahun terakhir secara berturut – turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir.
-          Memiliki rekomendasi dari Bank Indonesia mengenai jumlah obligasi yang dapat diterbitkan, jika perusahaan tersebut berupa bank.
Selain persyaratan tersebut, dalam proses penerbitan obligasi perlu dilibatkan beberapa unsur :
-          Pemodal, yaitu perorangan dan / atau lembaga yang akan menanamkan modalnya
-          Perlu diterbitkan suatu prospektus yang memuat keterangan lengkap dan jujur mengenai keadaan perusahaan dan bagaimana prospeknya
-          Underwriter, atau penjamin emisi efek, lembaga perantara emisi yang menjamin penjualan efek (obligasi)
-          Wali amanat (trustee), lembaga yang ditunjuk emitan yang diberikan kepercayaan untuk mewakili kepentingan para pemegang obligasi
-          Penanggung (garantor), lembaga yang menanggung perlunasan kembali pinjaman pokok obligasi dan pembayaran bunganya bila Emitan cedera janji.

Dalam sejarah perkoperasian di Indonesia, rupanya baru ada 1 koperasi saja yang pernah mengeluarkan obligasi yaitu BUKOPIN yang dilakukan pada tahun 1989 yang berjumlah Rp 30 milyar, dimana IKPN termasuk salah satu pembelinya.

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kondisi seperti sekaran ini nampaknya untuk sementara sulit bagi koperasi untuk memupuk permodalannya dengan cara penjualan obligasi, tetapi tidak menutup kemungkinan dikembangkan untuk jangka panjang

Menurut UU No. 25/1992 simpanan wajib dimasukkan sebagai modal sendiri. Dengan dimasukkan simpanan wajib sebagai modal ekuiti ini, mka bagi suatu Bank yang berbadan hukum koperasi, ia mempunyai kebebasan yang lebih besar dalam mengembangkan usahanya baik melalui peningkatan jumlah kredit yang bisa diberikan kepada debitur maupun melalui usaha – usaha peningkatan assetnya. Ada suatu ketentuan dari Bank Indonesia yang memberi pembatasan terhadap jumlah kredit yang boleh diberikan oleh Bank kepada debitur atau group debitur dibandingkan dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah legal lending limit (3L) yang besarnya oleh Bank Indonesia pada saat ini ditetapkan 20%. Misalnya, sebuah bank yang berbadan hukum koperasi modal sendiri berjumlah Rp 10 milyar yang terdiri dari simpanan pokok sebesar Rp 4 milyar dan simpanan wajib sebesar Rp 6 milyar. Sebelum dikeluarkannya UU No. 25/1992 modal sendiri dari bank tersebut adalah sebesar Rp 4 milyar. Dengan adanya ketentuan dari Bank Indonesia tentang legal lending limit tersebut maka Bank Koperasi tersebut maksimum hanya boleh memberikan kredit kepada debitur atau kelompok debitur sebesar 20/100 X Rp 4 milyar = Rp 800 juta.
Tetapi dengan dimasukkan simpanan wajib sebagai modal ekuiti (UU No. 25/1992), maka secara logis jumlah kredit yang bisa diberikan kepada debitur atau group debitur meningkat menjadi 20/100 X Rp 10 milyar = Rp 2 milyar. Disamping itu Bank Indonesia memberikan pembatasan modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko, yang disebut dengan istilah capital adequacy ratio (CAR) yang oleh Bank Indonesia pada saat asset ini ditentukan tidak boleh kurang dari 8%. 

Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa dana cadangan merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan tidak boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar batas minimumnya. Misalnya pada saat koperasi mengalami kerugian dalam tahun buku tertentu, tetapi ingin membagikan SHU kepada anggota dengan pertimbangan tidak merugikan usaha koperasi dan melanggar ketentuan cadangan hibah. Hibah adalah pemberian yang diterima koperasi dari pihak lain, berupa uang atau barang. Hibah muncul sebagai komponen modal sendiri disebabkan karena pengalaman banyak koperasi menerima hibah, terutama dari pemerintah. Maksud ketentuan hibah dalam UU adalah agar koperasi dapat memeliharanya dengan baik dan dicatat dalam neraca pos modal sendiri. Koperasi yang menerima hibah harta tetap seperti peralatan atau mesin diwajibkan melakukan penyusutan, sehingga pada saatnya koperasi dapat membeli yang baru. Ketentuan tersebut dianggap berlebihan, karena hibah seharusnya ditentukan oleh perjanjian antara penerima dan pemberi hibah, termasuk persyaratan yang disepakati. Status dan perlakukan akuntansi disesuaikan dengan perjanjian tersebut.

Karena hibah merupakan kejadian biasa yang sering terjadi dalam dunia usaha, dan untuk waktu mendatang mungkin tidak banyak lagi, maka ketentuan tentang hibah seharusnya tidak perlu dicantumkan dalam UU. Hibah yang diterima koperasi cukup diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hibah yang diterima koperasi memang harus disyukuri, tetapi terkesan bahwa koperasi bermental peminta-minta hibah dan seharusnya dihindarkan.
Dana Cadangan. Dana cadangan diperoleh dan dikumpulkan dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha (SHU) tiap tahun, dengan maksud jika sewaktu-waktu diperlukan untuk menutup kerugian dan keperluan memupuk permodalan. Posisi dana cadangan dalam sisi pasiva menunjukkan bahwa jika terjadi kerugian dengan sendirinya akan terkompensasi dengan dana cadangan, dan apabila tidak mencukupi ditambah dengan.simpanan. Dapat dimengerti adanya ketentuan dalam hukum dagang bahwa jika kerugian suatu perusahaan mencapai lebih dari setengah modalnya wajib diumumkan. Karena modal perusahaan sudah berkurang dan beresiko.

Pemupukan dana cadangan koperasi dilakukan secara terus-menerus berdasar prosentase tertentu dari SHU, sehingga bertambah setiap tahun tanpa batas. Jika koperasi menerima fasilitas pemerintah, ditentukan bahwa prosentasi penyisihan dana cadangan semakin besar. Dana cadangan sering lebih besar jumlahnya dibanding simpanan anggota. Apabila dana cadangan menjadi sangat besar dan simpanan anggota tetap kecil, maka koperasi tidak ubahnya seperti perusahaan bersama atau mutual company (onderling; perusahaan tanpa pemilik). Ada yang berpendapat bahwa memang mutual company merupakan bentuk akhir dari koperasi, yang tentu bukan menjadi tujuannya. Dilihat dari tujuan dana cadangan untuk menutup kerugian, jumlah dana cadangan dapat dibatasi sampai jumlah tertentu sesuai keperluan. Misalnya disusun sampai mencapai sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah modal koperasi. Sebelum mencapai jumlah tersebut penggunaannya dibatasi hanya untuk menutup kerugian. Setelah tercapai jumlah tersebut dapat ditambah sesuai dengan kepentingan koperasi.Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa dana cadangan merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan tidak boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar batas minimumnya. 

Manfaat dari distribusi cadangan koperasi antara lain dipergunakan sebagai berikut :

1.      Memenuhi kewajiban tertentu
2.      Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
3.      Sebagai jaminan untuk kemungkinan-kemungkinan rugi dikemudian hari
4.      Perluasan usaha.















Daftar pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ETIKA PROFESI AKUNTANSI (SOFTSKILL) BAB 8,9,10

BAB 8 Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen Tanggung jawab Akuntan Keuangan dan Akuntan Manajemen Etika dalam ...